Batasan kosa kata dan diksi :
1.Pilihan Kata
Pilihan kata atau diksi adalah pemilihan
kata – kata yang sesuai dengan apa yang hendak kita ungkapkan. Saat
kita berbicara, kadang kita tidak sadar dengan kata – kata yang kita
gunakan. Maka dari itu, tidak jarang orang yang kita ajak berbicara
salah menangkap maksud pembicaraan kita.
Dari buku Gorys Keraf (DIKSI DAN GAYA BAHASA (2002), hal. 24) dituliskan beberapa point – point penting tentang diksi, yaitu :
• Plilihan kata atau diksi mencakup
pengertian kata – kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu
gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata – kata yang tepat atau
menggunakan ungkapan – ungkapan, dan gaya mana yang paling baik
digunakan dalam suatu situasi.
• Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan
membedakan secara tepat nuansa – nuansa makna dari gagasan yang ingin
disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok)
dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat
pendengar.
• Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya
dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau
perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud pembendaharaan
kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki
suatu bahasa.
2.Kata-Kata Ilmiah
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tentu
saja sudah sangat sering mendengar kata ilmiah. Kata ilmiah seringkali
dihubungkan dengan bidang pendidikan atau hal-hal yang berbau ilmu
pengetahuan.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Kedua, kata ilmiah memiliki arti bersifat ilmu. Secara ilmu
pengetahuan, memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Namun,
pengertian dari kata ilmiah itu sendiri tidak lantas menjelaskan
keilmiahan dari sebuah karya atau kegiatan yang bersifat ilmiah. Untuk
mengukur keilmiahan suatu karya atau kegiatan perlu ada tolok ukur.
3.Pembentukan Istilah dan Defenisi
Istilah adalah kata atau frasa yang
dipakai sebagai nama atau lambang dan yang dengan cermat mengungkpakan
makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
Syarat istilah yang baik :
1.Paling tepat mengungkapkan konsep yang dimaksud.
2.Paling singkat di antara pilihan yang ada.
3.Bernilai rasa (konotasi) baik.
4.Sedap didengar (eufonik).
5.Bentuknya seturut kaidah bahasa Indonesia.
Secara umum, definisi dibagi menjadi dua
bagian, yaitu definisi nominal (suatu persamaan kata yang tepat
digunakan) dan definisi formal (definisi logis atau riel).
Definisi nominal digunakan untuk hal-hal
yang sifatnya praktis dengan tujuan mempermudah pemahaman. Ada
beberapa macam definisi nominal, misalnya, sinonim atau persamaan
makna, definisi kamus atau penunjukan klas terhadap suatu benda atau
barang, etimologi kata atau penggunaan kata asing yang memerlukan
penjelasan yang tepat dan persis dalam bahasa Indonesia, stipulatif
atau suatu batasan kata yang tidak ditafsirkan lain, (misalnya Menteri
adalah Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia), dan antonim atau
penyangkalan (misalnya orang mati adalah orang yang tidak hidup).
Khusus untuk etimologi kata, kita harus
mengartikan suatu kata asing sesuai dengan asal kata asingnya.
Pengertian “yurisdiksi” misalnya, yang terdiri dari juris (jus) = hukum
dan diksi (dicere) = berkata, dapat diartikan orang tidak boleh bicara
di sini melainkan di tempat lain, yang mengandung maksud lingkup kuasa
pengadilan, atau lingkungan hak dan kewajiban serta tanggung jawab di
suatu wilayah, atau lingkungan kerja tertentu.
Definisi formal yang juga
disebut sebagai definisi logis atau ilmiah yang sebagian besar
digunakan dalam membuat batasan atau pengertian dalam peraturan
perundangundangan, dalam pembuatannya perlu memperhatikan syarat-syarat
di bawah ini :
A.Ekuivalen
Definisi yang dibuat harus dapat diuji
melalui konverbilitas atau dapat dipertukarkan satu sama lain antara
yang didefinisikan (definiendum) dan yang mendefinisikan (definiens). A
= B dan B = A. Jika A dan B dapat dibuktikan sama dan dapat
dipertukarkan, maka ini merupakan definisi yang baik. Jika tidak dapat
dipertukarkan, maka definisi tersebut hanya merupakan pernyataan.
Contoh : Nenas adalah buah yang rasanya
asam. Jika dibalik atau dipertukarkan, maka berbunyi: Buah yang rasanya
asam adalah nenas. Apakah secara logika definisi ini betul? Jika
tidak, maka contoh di atas hanya merupakan pernyataan.
B.Paralel
Dalam membuat suatu definisi, hindarkan
adanya penggunaan kata-kata dalam definiens, misalnya kata atau frasa:
jika, apabila, kalau, jikalau, di mana, untuk apa, kepada siapa, dll.
karena definiens dapat mengandung syarat atau pengandaian yang dapat
menimbulkan ketidakpastian definisi, yang pada akhirnya dapat
mempengaruhi kepastian hukum.
C.Pengulangan Kata Definiens
Hindari adanya pengulangan kata yang sama
yang ada dalam definiendum,misalnya, Ilmu Hukum, kata “ilmu” dan
“hukum” harus didefinisikan sebagai “Pengetahuan mengenai normanorma
yang mengatur tingkah laku yang disusun berdasarkan sistimatika yang
teratur”. Jadi bukan “Ilmu yang mempelajari tentang hukum.”
Definisi “sosiologi”, misalnya, kurang
baik jika logi tidak didefinisikan atau Definisi kadang-kadang logi
dipadankan dengan kata “ilmu”. Jadi logi atau ilmu harus pula
didefinisikan.
D.Negatif
Hindari adanya definiens yang negatif,
dalam arti menggunakan kata seperti: bukan, tidak, non, dslb., kecuali
terhadap klas-klas yang mempunyai sifat dekotomi atau yang disangkal
ciri deferensialnya dan bukan anggotanya.
Kurang benar jika kita mengatakan bahwa
“Manusia adalah bukan binatang”. Bandingkan jika ada definisi yang
menyatakan bahwa “Yatim Piatu adalah seorang anak yang tidak mempunyai
ayah dan ibu”. Contoh terakhir ini salah satu pengecualian penyangkalan
ciri deferensialnya dan hal ini tidak bisa dihindari untuk tidak
menggunakan kata negatif.
Sebagai pedoman yang terpenting dalam
pembentukan definisi adalah bahwa dalam mendefinisikan suatu kata yang
akan dibatasi, hindari adanya definisi yang berjejal atau definisi yang
di dalamnya mengandung norma.
Contoh : Bus adalah kendaraan umum yang
mempunyai paling sedikit enam roda dan dalam kendaraan harus disediakan
oleh karoseri atau pembuat kendaraan bus sebanyak dua puluh empat
tempat duduk, termasuk tempat duduk pengemudi.
Kata “harus” yang ditujukan kepada
karoseri di atas adalah suatu norma. Jadi, jika ada suruhan kepada
seseorang atau warga, maka suruhan tersebut harus dituangkan dalam
materi yang diatur, bukan di dalam batasan pengertian atau definisi
4.Kata Serapan
Kata serapan adalah kata yang berasal dari
bahasa asing yang sudah diintegrasikan ke dalam suatu bahasa dan
diterima pemakaiannya secara umum.
Contoh kata serapan dalam bahasa Indonesia adalah:
tetapi (dari bahasa Sansekerta tathâpi: namun itulah)
mungkin (dari bahasa Arab mumkinun: ?)
meski (dari bahasa Portugis mas que: walau)
Penyerapan kata dari bahasa Cina sampai
sekarang masih terjadi di bidang pariboga termasuk bahasa Jepang yang
agaknya juga potensial menjadi sumber penyerapan.
Di antara penutur bahasa Indonesia
beranggapan bahwa bahasa Sanskerta yang sudah ’mati’ itu merupakan
sesuatu yang bernilai tinggi dan klasik. Alasan itulah yang menjadi
pendorong penghidupan kembali bahasa tersebut. Kata – kata Sanskerta
sering diserap dari sumber yang tidak langsung, yaitu Jawa Kuna. Sistem
morfologi bahasa Jawa Kuna lebih dekat kepada bahasa Melayu. Kata –
kata yang berasal dari bahasa Sanskerta-Jawa Kuna misalnya acara,
bahtera, cakrawala, darma, gapura, jaksa, kerja, lambat, menteri,
perkasa, sangsi, tatkala, dan wanita.
Bahasa Arab menjadi sumber serapan
ungkapan, terutama dalam bidang agama Islam. Kata rela (senang hati)
dan korban (yang menderita akibat suatu kejadian), misalnya, yang sudah
disesuaikan lafalnya ke dalam bahasa Melayu pada zamannya dan yang
kemudian juga mengalami pergeseran makna, masing-masing adalah kata
yang seasal dengan rida (perkenan) dan kurban (persembahan kepada
Tuhan). Dua kata terakhir berkaitan dengan konsep keagamaan. Ia umumnya
dipelihara betul sehingga makna (kadang-kadang juga bentuknya)
cenderung tidak mengalami perubahan.
Sebelum Ch. A. van Ophuijsen menerbitkan
sistem ejaan untuk bahasa Melayu pada tahun 1910, cara menulis tidak
menjadi pertimbangan penyesuaiankata serapan . Umumnya kata serapan
disesuaikan pada lafalnya saja.
Meski kontak budaya dengan penutur
bahasa – bahasa itu berkesan silih berganti, proses penyerapan itu ada
kalanya pada kurun waktu yang tmpang tindih sehingga orang-orang dapat
mengenali suatu kata serapan berasal dari bahasa yang mereka kenal
saja, misalnya pompa dan kapten sebagai serapan dari bahasa Portugis,
Belanda, atau Inggris. Kata alkohol yang sebenar asalnya dari bahasa
Arab, tetapi sebagian besar orang agaknya mengenal kata itu berasal
dari nahasa Belanda.
Kata serapan dari bahasa Inggris ke
dalam kosa kata Indonesia umumnya terjadi pada zaman kemerdekaan
Indonesia, namun ada juga kata – kata Inggris yang sudah dikenal,
diserap, dan disesuaikan pelafalannya ke dalam bahasa Melayu sejak
zaman Belanda yang pada saat Inggris berkoloni di Indonesia antara masa
kolonialisme Belanda. Kata –kata itu seperti kalar, sepanar, dan
wesket. Juga badminton, kiper, gol, bridge.
Sesudah Indonesia merdeka, pengaruh
bahasa Belanda mula surut sehingga kata – kata serapan yang sebetulnya
berasal dari bahasa Belanda sumbernya tidak disadari betul. Bahkan
sampai dengan sekarang yang lebih dikenal adalah bahasa Inggris.
5.Hal-Hal yang Mempengaruhi Pilihan Kata
• Sebelum menentukan pilihan kata, maka harus diperhatikan dua hal pokok, yakni: masalah makna dan relasi makna.
• Makna sebuah kata atau sebuah kalimat
merupakan makna yang tidak selalu berdiri sendiri. Adapun makna menurut
Chaer (Chaer, 1994: 60) terbagi atas beberapa kelompok yaitu:
a. Makna Leksikal dan makna Gramatikal
b. Makna Referensial dan Nonreferensial
c. Makna Denotatif dan Konotatif
d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
e. Makna Kata dan Makna Istilah
f. Makna Idiomatikal dan Peribahasa
g. Makna Kias dan Lugas
• Relasi adalah hubungan makna yang
menyangkut hal kesamaan makna (sinonim), kebalikan makna (antonim),
kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna
(hiponimi), kelainan makna (homonimi), kelebihan makna (redundansi) dan
sebagainya.
• Adapun relasi makna terbagi atas beberapa kelompok yaitu :
a. Kesamaan Makna (Sinonim)
b. Kebalikan Makna (Antonim)
c. Kegandaan Makna (Polisemi dan Ambiguitas)
d. Ketercakupan Makna (Hiponimi)
e. Kelebihan Makna (Redundansi)
6.Kesalahan Pembentukan dan Pemilihan Kata
Pada bagian berikut akan diperlihatkan
kesalahan pembentukan kata yang sering kita temukan, baik dalam bahasa
lisan maupun dalam bahasa tulis. Setelah diperlihatkan bentuk yang
salah, diperlihatkan pula bentuk yang benar yang merupakan
perbaikannya.
a.Penanggalan Awalan meng-
Penanggalan awalan meng- pada judul berita dalam surat kabar diperbolehkan. Namun, dalam berita teks beritanya awalan meng- harus eksplisit.
Di bawah ini di perlihatkan bentuk yang salah dan bentuk yang benar.
Amerika serikat luncurkan pesawat bolak-balik Columbia. (salah)
Amerika serikat meluncurkan pesawat bolak-balik Columbia. (benar)
b.Penanggalan Awalan ber-
Kata-kata yang berawalan ber- sering menanggalkan awalan ber-. Padahal, awalan ber- harus dieksplisitkan secara jelas.
Dibawah ini dapat dilihat bentuk salah dan benar dalam pemakaiannya.
Sampai jumpa lagi. (salah)
Sampai berjumpa lagi. (benar)
Pendapat saya beda dengan pendapatnya. (salah)
Pendapat saya berbeda dengan pendapatnya. (benar)
c.Peluluhan bunyi /c/
Kata dasar yang diawal bunyi /c/ sering menjadi luluh apabila mendapat awalan meng-. Padahal, sesungguhnya bunyi /c/ tidak luluh apabila mendapat awalan meng-.
Dibawah ini diperlihatkan bentuk salah dan bentuk benar.
Wakidi sedang menyuci mobil. (salah)
Wakidi sedang mencuci mobil. (benar)
Eka lebih menyintai boby daripada menyintai Roy. (salah)
Eka lebih mencintai Boby daripada mencintai Roy. (benar)
d.Penyengauan Kata Dasar
Ada lagi gejala penyengauan bunyi awalan
kata dasar. Penyengauan kata dasar ini sebenarnya adalah ragam lisan
yang di pakai dalam ragam tulis. Akhirnya, pencampuradukan antara ragam
lisan dan ragam tulis menimbulkan suatu bentuk kata yang salah dalam
pemakaian.
Kita sering menemukan pengunaan
kata-kata, mandang, ngail, ngantuk, nabrak, nanam, nulis, nyubit,
ngepung, nolak, nyabut, nyuap, dan nyari. Dalam bahasa Indonesia baku
tulis, kita harus menggunakan kata-kata memandang, mengail, mengantuk,
menabrak, menanam, menulis, mencubit, menolak, mencabut, menyuap, dan
mancari.
e.Bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t/ yang Berimbuhan meng-/peng-
Kata dasar yang bunyi awalnya /s/, /k/, /p/, atau /t/ sering tidak luluh jika mendapat awalan meng- atau peng-. Padahal, menurut kaidah baku bunyi-bunyi itu harus lebur menjadi bunyi sengau.
Di bawah ini dibedakan bentuk salah dan bentuk benar dalam pemakaian sehari-hari.
Eksistensi Indonesia sebagai negara pensuplai minyak sebaiknya di pertahankan. (salah)
Eksistensi Indonesia sebagai negara penyuplai minyak sebaiknya di pertahankan. (benar)
Semua warga negara harus mentaati peraturan yang berlaku. (salah)
Semua warga negara harus menaati peraturan yang berlaku. (benar)
Kaidah peluluhan bunyi s, k, p, dan t tidak berlaku pada kata-kata yang dibentuk dengan gugus konsonan. Kata traktor apabila diberi awalan meng-, kata ini akan menjadi mentraktor bukan menraktor. Kata proklamasi apabila di beri awalan meng- akan menjadi memproklamasikan.
f.Awalan ke- yang Keliru
Pada kenyataanya sehari-hari, kata-kata yang seharusnya berawalan ter- sering diberi berawalan ke-.
Hal itu disebabkan oleh kekurang cermatan dalam memilih awalan yang
tepat. Umumnya kesalahan itu dipengaruhi oleh bahasa daerah
(Jawa/Sunda).
Dibawah ini di paparkan bentuk salah dan bentuk benar dalam pemakaian.
Pengendara motor itu meninggal karena ketabrak oleh metro mini. (salah)
Pengendara motor itu meninggal karena tertabrak oleh metro mini. (benar)
Mengapa kamu ketawa terus? (salah)
Mengapa kamu tertawa terus? (benar)
Perlu diketahui bahwa awalan ke- hanya dapat menempel pada kata bilangan, awalan ke- tidak dapat dipakai. Pengecualian terdapat pada kata kekasih, kehendak, dan ketua. Oleh sebab itu , kata ketawa, kecantol, keseleo, kebawa, ketabrak bukanlah bentuk baku dalam bahasa Indonesia. Bentuk yang benar ialah kedua, ketiga, keempat, keseribu, dan seterusnya.
g.Pemakaian Akhiran ir-
Pemakaian akhiran ir- sangat produktif dalam penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari. Padahal, dalam bahasa Indonesia baku untuk padanan akhiran ir- adalah –asi atau –isasi.
Di bawah ini di ungkapkan bentuk yang salah dan bentuk yang benar.
Saya sanggup mengkoordinir kegiatan itu. (salah)
Saya sanggup mengoordinasi kegiatan itu. (benar)
Soekarno-Hatta memproklamirkan Negara republik Indonesia. (salah)
Soekarno-Hatta memproklamasikan Negara republik Indonesia. (benar)
Kata lainya seperti:
Akomodir – akomodasi
Legalisir – legalisasi
Perlu diperhatikan, akhiran –asi atau asasi pada kata-kata lelenisasi, turinisasi, neonisasi, radionisasi, pompanisasi, dan koranisasi
merupakan bentuk yang salah karena kata dasarnya bukan kata serapan
dari bahasa asing. Kata-kata itu harus diungkapkan menjadi usaha
peternakan lele, usaha penanaman turi, usaha pemansangan neon,
gerakan memasyarakatkan radio, gerakan pemasangan pompa, dan gerakan
memasyarakatkan Koran.
h.Padanan yang Tidak serasi
Karena pemakai bahasa kurang cermat
memilih padanan kata yang serasi, yang muncul dalam pembicaraan
sehari-hari adalah padanan yang tidak sepadan atau tidak serasi. Hal
itu terjadi karena dua kaidah bahasa bersilang atau bergabung dalam
sebuah kalimat.
Di bawah ini dipaparkan bentuk salah dan bentuk benar, terutama dalam memakai ungkapan penghubung intrakalimat.
Karena modal di bank terbatas sehingga tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit. (salah)
Karena modal di bank terbatas, tidak semua pengusaha lemah memproleh kredit. (benar)
Karena modal di bank terbatas sehingga semua pengusaha lemah memperoleh kredit. (benar)
Bentuk-bentuk di atas adalah bentuk yang mengabungkan kata karena dan sehingga, kata apabila dan maka, dan kata walaupun dan tetapi. Penggunaan dua kata itu dalam sebuah kalimat tidak di perlukan.
Bentuk-bentuk lainya yang merupakan padanan yang tidak serasi adalah disebabkan karena, dan lain sebagainya, karena. . . . maka, untuk . . . maka, meskipun . . . tetapi, kalau . . . maka, dan sebagainya.
Bentuk yang baku untuk mengganti padanan itu adalah
disebabkan oleh, dan lain-lain, atau dan sebagainya; karena/untuk/kalau
saja tanpa diikuti maka,atau maka saja tanpa didahulai
karena/untuk/kalau; meskipun saja tanpa di susul tetapi atau tetapi saja
tanpa di susul meskipun.
i.Pemakaian Kata Depan di, ke, dari, bagi, pada, dari pada, dan terhadap
Dalam pemakaian sehari-hari, pemakaian di, ke, dari, bagi, dan daripada sering dipertukarkan.
Di bawah ini dipaparkan bentuk benar dan bentuk salah dalam pemakaian kata depan.
Putusan daripada pemerintah itu melegakan hati rakyat. (salah)
Putusan pemerintah itu melegakan hati rakyat. (benar)
Meja ini terbuat daripada kayu. (salah)
Meja ini terbuat dari kayu. (benar)
j.Pemakaian Akronim (Singkatan)
Singkatan ialah hasil menyingkat atau
memendekan berupa huruf atau gabungan huruf seperti PLO, UI, DPR, KPP,
KY, MA, KBK, dan KTSP. Yang dimaksud dengan bentuk singkatan ialah
kontraksi bentuk kata sebagai mana dipakai dalam ucapan cepat, seperti
lab (laboratorium).
Pemakaian akronim dan singkatan dalam
bahasa Indonesia kadang- kadang tidak teratur. Singkatan IBF mempunyai
dua makna, yaitu international boxing federation dan international
badminton federation. Oleh sebab itu, pemakaian akronim dan singkatan
sedapat mungkin dihindari karena sudah umum maknanya telah mantap.
k.Penggunaan Kesimpulan, Keputusan, Penalaran, dan Pemukiman
Kata-kata kesimpulan bersaing pemakaiannya dengan kata simpulan.
Kata keputusan bersaing pemakaiannya dengan kata putusan.
Kata permukiman bersaing dengan kata pemukiman.
Lalu bentukan manakah yang sebenarnya
paling tepat? Apakah yang tepat kesimpulan yang salah simpulan, ataukah
sebaliknya yang tepat keputusan yang salah putusan, ataukah
sebaliknya. Mana yang benar penalaran ataukah penalaran; kata pemukiman
atau pemukiman?
Pembentukan kata dalam bahasa Indonesia
sebenarnya mengikuti pola yang rapi dan konsisten. Kalau kita
perhatikan dengan seksama, bentukan-bentukan kata itu memiliki hubungan
antara yang satu dan yang lain. Dengan kata lain, terdapat korelasi
diantara bentukan tersebut. Perhatikanlah, misalnya Verab yang
berawalan meng- dapat dibentuk menjadi nomina yang bermakna ‘proses’ yang berimbuhan peng-an dan dapat pula di bentuk menjadi nomina yang berbentuk ‘proses’ yang berimbuhan peng-an dan dapat pula dibentuk menjadi nomina yang bermakna ‘hasil’ yang beribuhan –an.
Contoh:
Paman saya sudah membeli rumah di pemukiman Puri Giri Indah. (salah)
Paman saya sudah membeli rumah di permukiman Puri Giri Indah. (benar)
l. Penggunaan Kata yang Hemat
Salah satu ciri pemakaian bahasa yang
efektif adalah pemakaian bahasa yang hemat kata, tetapi padat isi.
Namun dalam komunikasi sehari-hari sering dijumpai pemakaian kata yang
tidak hemat (boros).
Berikut ini daftar kata yang sering digunakan tidak hemat itu.
Boros / Hemat
1. sejak dari / sejak atau dari
2. agar supaya agar / supaya
3. demi untuk / demi atau untuk
Marilah kita lihat perbandingan pemakaian kata yang boros dan hemat berikut.
Karburator adalah bagian mesin motor tempat dimana gas bahan bakar minyak bercampur dengan udara. (boros, salah)
Karburator adalah bagian mesin motor tempat gas bahan bakar minyak bercampur dengan udara. (Hemat, Benar)
Perkembangan teknik mobil akhir-akhir ini sangat pesat sekali. (Boros, Salah)
Perkembangan teknik mobil akhir-akhir ini sangat pesat. (Hemat, Benar)
Pemakaian kata yang boros seperti sejak dari, adalah, merupakan, demi untuk, agar supaya, dan zaman dahulu kala juga harus di hindari.
m.Analogi
Di dalam dunia olahraga terdapat istilah
petinju. Kata petinju berkolerasi dengan kata bertinju. Kata petinju
berarti ‘orang yang (biasa) bertinju’, bukan ‘orang yang (biasa)
meninju’.
Dewasa ini dapat dijumpai banyak kata
yang sekelompok dengan petinju, seperti pesenam, pesilat, pegolf,
peterjun, petenis, dan peboling. Akan tetapi, apakah semua kata
dibentuk dengan cara yang sama dengan pembentukan kata petinju? Jika
harus dilakukan demikian, akan tercipta bentukan seperti berikut ini.
Petinju ‘orang bertinju’
Pesenam ‘orang yang bersenam’
Pesilat ‘orang yang bersilat’
Peski ‘orang yang berski’
Kata bertinju, bersenam, dan bersilat
mungkin biasa digunakan, tetapi kata bergolf, berterjun, bertenis dan
berboling bukan kata yang lazim. Oleh sebab, itu munculnya kata
Peski
Peselancar
Pegolf
Petenis
Peboling
Pada dasarnya tidak dibentuk dari
Berski (yang baku bermain ski)
Berselancar (yang baku bermain selancar)
Bergolf (yang baku bermain golf)
Bertenis (yang baku bermain tenis)
n.Bentuk Jamak dalam Bahasa Indonesia
Dalam pemakaian sehari-hari, kadang-kadang
orang salah mengunakan bentuk jamak dalam bahasa Indonesia sehingga
terjadi bentuk yang rancu atau kacau.
Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Bentuk jamak dengan melakukan pengulangan kata yang bersangkutan, seperti
Kuda-kuda
Meja-meja
Buku-buku
2) Bentuk jamak dengan menambah kata bilangan, seperti
Beberapa meja
Sekalian tamu
Semua buku
Dua tempat
Sepuluh computer
3) Bentuk jamak dengan menambah kata Bantu jamak, seperti para tamu.
4) Bentuk jamak dengan menggunakan kata ganti orang seperti
Mereka
kita
Kami
kalian
Dalam pemakaian kata sehari-hari orang
cenderung memilih bentuk jamak asing dalam menyatakan jamak dalam
bahasa Indonesia. Dibawah ini beberapa bentuk jamak dan bentuk tunggal
dari bahasa asing.
BentukTunggal Bentuk Jamak
datum data
alumnus alumni
alim ulama
Dalam bahasa Indonesia bentuk datum dan
data yang dianggap baku ialah data yang dipakai sebagai bentuk tunggal.
Bentuk alumnus dan alumni yang dianggap baku ialah bentuk alumni yang
dipakai sebagai bentuk tunggal. Bentuk alim dan ulama kedua-duanya
dianggap baku yang di pakai masing-masing sebagai bentuk tunggal. Oleh
sebab itu, tidak salah kalau ada bentuk.
Beberapa data,
Tiga alumni, dan seterusnya.
o.Penggunaan di mana, yang mana, hal mana
Kata di mana tidak dapat dipakai dalam
kalimat pernyataan. Kata dimana tersebut harus diubah manjadi yang,
bahwa, tempat, dan sebagainya.
sumber : klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar